Selasa, 14 Juni 2016

makalah silabus materi biologi



SILABUS BIOLOGI
 DALAM METODE SAINTIFIK



Makalah Tugas Akhir Semester
Matakuliah Dasar-Dasar MIPA
Disusun Oleh
·         Annisa Umairoh          15320002
·         Punky Mahardini        15320017
·         Pratiwi Dwi Jayanti    15320016
·         Rini Lestari                 15320019

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
T.A 2015 – 2016

HALAMAN PENGESAHAN


Makalah telah disetujui oleh dosen pembimbing pada tanggal 20 / 05 / 2016
Mengetahui :

Dosen 2                                                                       Dosen 1


Dr. Hi. Agus Sujarwanta, S.Pd., M.Pd           Arif Rahman Aththibby, S.Pd., M.Pd













KATA PENGANTAR

 Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayahnya sehingga tugas penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Kimia Organik .Kami mengucapkan terima kasih kepada Bpk. Dr.Hi. Agus Sujarwanta, S.Pd., M.Pd dan Bpk. Arif Rahman Aththibby, S.Pd., M.Pd. selaku dosen mata kuliah  Dasar-Dasar MIPA yang telah membimbing kami dalam penyelesaian makalah ini.
 Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sebagaimana peribahasa mengatakan “Tak ada gading yang tak retak”. Hal itu disebabkan karena keterbatasan wawasan dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian. Demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang. Akhirnya kami berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.


Metro, Mei 2016


Penulis







DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.     Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian Pendekatan Saintifik
B.     Pengertian kognitif, Afektif, dan Psikomotorik
BAB III METODE
A.    Definisi pembelajaran dengan pendekatan saintifik
B.     Karakteristik Pembelajaran dengan pendekatan saintifik
C.     Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik
D.    Prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan saintifik
E.     Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan santifik
F.      Pengertian Keanekaragaman Hayati
G.    Penerapan pembelajaran saintifik pada Materi Keanekaragaman Hayati
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
B.     Pembahasan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
B.     Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kurikulum 2013 mengajak kita semua untuk semangat dan optimis akan meraih pendidikan yang lebih baik. Kurikulum 2013 yang menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah sebagai katalisator utamanya atau perangkat atau apa pun itu namanya. Pendekatan ilmiah (scientific approach) diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah. Dalam konsep pendekatan scientific yang disampaikan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu dalam proses belajar mengajar diperlukan adanya model pembelajran,salah satunya yaitu model pembelajaran berbasis masalah. Model pembelajaran berbasis masalah yaitu pembelajaran yang dipusatkan pada siswa melalui pemberian masalah di awal pembelajaran. Seperti yang dikemukakan oleh Soedjadi (200 : 99) bahwa: “ Model pembelajaran berbasis masalah memulai pembelajaran dengan masalah yang kompleks misalnya tentang hal-hal dalam kehidupan sehari-hari, kemudian dikupas menuju kepada konsep-konsep sederhana yang terkait”. Dengan pemberian masalah diawal pembelajaran pada pembelajaran berbasis masalah diharapkan nantinya mampu membawa sisiwa untuk berpikir kritis, kreatif, dan mempunyai keterampilan memecahkan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep dasar dari materi yang diajarkan tersebut. Setelah pemberian masalah di awal pembelajaran kemudian dilanjutkan dengan adanya pengorganisasian siswa untuk belajar, melakukan penyelidikan dan diakhiri dengan penyajian hasil karya serta pengevaluasian proses pemecahan masalah. Seperti pada pembelajaran materi Keanekaragaman Hayati yang saat ini menjadi pembahasan makalah ini, siswa dituntut untuk memecahkan masalah dengan meneliti suatu objek untuk mendapatkan jwaban dari masalah terkait sehingga dari pemecahan masalah tersebut siswa dapat menemukan konsep dengan membangunnya sendiri. Akan tetapi, seiring dengan perubahan kurikulum, pembelajaran dituntut untuk lebih melibatkan peran aktif peserta didik (Nurul, 2009). Apalagi saat ini siswa mempunyai kreativitas yang lebih tinggi, memiliki keinginan untuk mencari dan mendapatkan sesuatu yang baru, anti kemonotonan dan berjiwa dinamis. Karakter seperti ini tentu saja harus diikuti dengan pola pengajaran guru yang mampu menampung perubahan tersebut. Guru hendaknya memiliki kepekaan menyediakan, menunjukkan, membimbing, dan memotivasi siswa agar mereka dapat berinteraksi dengan berbagai sumber belajar yang ada.

B.      Rumusan Masalah
1.      Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
2.      Bagaimana Konsep Dasar Pendekatan Scientific ?
3.      Bagaimana Langkah-langkah Pendekatan Scientific ?
4.      Apakah pengertian dari keanekaragaman hayati ?
5.      Bagaimana penerapan scientifik dalam pembelajaran biologi tentang keanekaragaman hayati ?

C.     Manfaat Penulisan
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan konsep pendekatan saintifik
2.      Untuk mengetahui bagaimana langkah-langkah dalam pembuatan metode saintifik
3.      Menjelaskan tentang materi yang akan dibahas yaitu Keanekaragaman Hayati (tingkat gen, jenis, dan ekosistem)
4.      Menjelaskan bagaimana penerapan metode saintifik dalam pembelajaran biologi khususnya tentang materi Keanekaragaman Hayati (Tingkat gen, jenis, dan ekosistem)


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.      Pengertian Pendekatan Saintifik
Sebenarnya apa Pendekatan saintifik itu? Pendekatan saintifik merupakan kerangka ilmiah pembelajaran yang diterapkan pada Kurikulum 2013. Proses pembelajaran ini dapat disamakan dengan suatu proses ilmiah karena didalamnya terdapat tahapan-tahapan terutama dalam kegiatan inti. Pendekatan saintifik dapat di sebut juga sebagai bentuk pengembangan sikap baik religi maupun sosial, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik dalam mengaplikasikan materi pelajaran. Dalam pendekatan ini peserta didik tidak lagi dijadikan sebagai objek pembelajaran, tetapi dijadikan subjek pembelajaran, guru hanya sebagai fasilitator dan motivator saja. Guru tidak perlu menjelaskan semua tentang apa yang ada dalam materi.
B. Pengertian Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik
1.      Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif.  Ranah kognitif  memiliki enam jenjang atau aspek, yaitu:
1. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
2. Pemahaman (comprehension)
3. Penerapan (application)
4. Analisis (analysis)
5. Sintesis (syntesis)
6. Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.
2.      Afektif
            Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
1. Receiving atau attending ( menerima atua memperhatikan)
2. Responding (menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”
3. Valuing (menilai atau menghargai)
4. Organization (mengatur atau mengorganisasikan)
5. Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan  suatu nilai atau
komplek nilai)
3.      Psikomotorik
            Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Ranah psikomotor adalah berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya.
Hasil belajar keterampilan (psikomotor) dapat diukur melalui: (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya.

BAB III
METODE

A.    Konsep Dasar Pendekatan Scientific
         
Pembelajaran dengan pendekatan scientific adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Pendekatan scientific dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.
Penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa.
Metode scientific sangat relevan dengan tiga teori belajar yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin & Sund, 1975). Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatau penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal di atas adalah bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran menggunakan metode scientific.
Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967). Skema tidak pernah berhenti berubah, skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi. Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi, konsep, hukum, prinsip ataupun pengalaman baru ke dalam skema yang sudah ada didalam pikirannya. Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang dapat cocok dengan ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya penyeimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi.
Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of proximal development daerah terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. (Nur dan Wikandari, 2000:4).





B.     Karakteristik Pembelajaran dengan pendekatan saintifik
Adapun karakteristik pendekatan scientific menurut Kemdikbud (2013) adalah sebagai berikut.
1.      Subtansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2.      Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru- peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3.      Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
4.      Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi  pembelajaran.
5.      Mendorong dan menginspirasi siswa dalam memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.
6.      Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
7.      Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya.
 Berdasarkan karakteristik tersebut pendekatan scientific diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan  peserta didik dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah.







C.    Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik
Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada keunggulan  pendekatan tersebut. Beberapa tujuanembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah:
1)        untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
2)        untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik.
3)        terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan.
4)        diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
5)        untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah.
6)        untuk mengembangkan karakter siswa.


D.    Prinsip-Prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific
Beberapa prinsip pendekatan scientific dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut :
1)      pembelajaran berpusat pada siswa
2)      pembelajaran membentuk students’ self concept
3)      pembelajaran terhindar dari verbalisme
4)      pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip
5)      pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa
6)      pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru
7)      memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi
8)      adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.


E.      Langkah-langkah Pendekatan Scientific
Pendekatan saintifik atau pendekatan ilmiah ini memerlukan langkah-langkah pokok sebagai berikut :
1.        Observing (mengamati)
Objek matematika yang dipelajari dalam matematika adalah buah pikiran manusia, sehingga bersifat abstrak. Mengamati objek matematika dapat dikelompokkan dalam dua macam kegiatan yang masing-masing mempunyai ciri berbeda, yaitu:
a.         Mengamati fenomena lingkungan kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan topik matematika tertentu
Fenomena adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindera dan dapat dijelaskan serta dinilai secara ilmiah. Melakukan pengamatan terhadap fenomena dalam lingkungan kehidupan sehari-hari tepat dilakukan ketika siswa belajar hal-hal yang terkait dengan topik-topik matematika yang pembahasannya dapat dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari secara langsung. Fenomena yang diamati akan menghasilkan pernyataan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Selanjutnya pernyataan tersebut dituangkan dalam bahasa matematika atau menjadi pembuka dari pembahasan objek matematika yang abstrak.
b.      Mengamati objek matematika yang abstrak
Kegiatan mengamati objek matematika yang abstrak sangat cocok untuk siswa yang mulai menerima kebenaran logis. Siswa tidak mempermasalahkan kebenaran pengetahuan yang diperoleh, walaupun tidak diawali dengan pengamatan terhadap fenomena. Kegiatan mengamati seperti ini lebih tepat dikatakan sebagai kegiatan mengumpulkan dan memahami kebenaran objek matematika yang abstrak. Hasil pengamatan dapat berupa definisi, aksioma, postulat, teorema, sifat, grafik dan lain sebagainya.
Proses mengamati fakta atau fenomena mencakup mencari informasi, melihat, mendengar, membaca, dan atau menyimak.
2.        Questioning (menanya)
Menurut Bell (1978), objek kajian matematika yang dipelajari siswa selama belajar di sekolah dapat berupa fakta (matematika), konsep (pengertian pangkal, definisi), prinsip (teorema, rumus, sifat), dan skill (algoritma/prosedur). Fakta, konsep, prinsip, skill tersebut adalah buah fikiran manusia, sehingga bersifat abstrak. Dalam mempelajari konsep atau prinsip matematika yang tergolong sebagai pengetahuan, sebagaimana disampaikan oleh Piaget (Wadsworth, 1984) sangat perlu dipertimbangkan bahwa tingkat berpikir siswa. Proses pembelajaran untuk memahami konsep dan prinsip matematika perlu dikelola dengan langkah-langkah pedagogis yang tepat dan difasilitasi media tertentu agar buah pikiran yang abstrak tersebut dapat dengan mudah dipahami siswa. Langkah pedagogis dan penggunaan media tersebut menuntut siswa dan guru terlibat dalam pertanyaan-pertanyaan yang menggiring pemikiran siswa secara bertahap, dari yang mudah (konkret) menuju ke yang lebih kompleks (abstrak) sehingga akhirnya pengetahuan
diperoleh oleh siswa sendiri dengan bimbingan guru.
Dalam hal mempelajari keterampilan berprosedur matematika, kecenderungan yang ada sekarang adalah siswa gagal menyelesaikan suatu masalah matematika jika konteksnya berbeda, walaupun hanya sedikit perbedaannya. Ini terjadi karena siswa cenderung menghafal algoritma atau prosedur tertentu. Pada diri siswa tidak terbangun kreativitas dalam berprosedur. Kreativitas berprosedur dapat dibangkitkan dari pemberian pertanyaan yang tepat. Pertanyaan-pertanyaan didesain agar siswa dapat berpikir tentang alternatif-alternatif jawaban atau alternatif-alternatif cara berprosedur. Dalam hal ini guru diharapkan agar menahan diri untuk tidak memberi tahu jawaban pertanyaan. Apabila terjadi kendala dalam proses menjawab pertanyaan, atau diprediksi terjadi kendala dalam menjawab pertanyaan, guru dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan secara bertahap yang mengarah pada diperolehnya jawaban pertanyaan oleh siswa sendiri. Di sinilah peran guru dalam memberikan scaffolding atau ‘pengungkit’ untuk memaksimalkan ZPD (Zone Proximal Development) yang ada pada siswa (Chambers, 2007).
3.        Associating (menalar)
Secara umum dapat dikatakan bahwa penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Dalam proses pembelajaran matematika, pada umumnya proses menalar terjadi secara simultan dengan proses mengolah atau menganalisis kemudian diikuti dengan proses menyajikan atau mengkomunikasikan hasil penalaran sampai diperoleh suatu simpulan. Bentuk penyajian pengetahuan atau ketrampilan matematika sebagai hasil penalaran dapat berupa konjektur atau dugaan sementara atau hipotesis.
Ada dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada hasil pengamatan inderawi atau pengalaman empirik. Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Cara kerja menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk kemudian dihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yang khusus (Sudarwan, 2013). Penalaran yang paling dikenal dalam matematika terkait penarikan kesimpulan adalah modus ponen, modus tolen dan silogisme.
Sesuai dengan tingkat berpikirnya, siswa SD/MI dan SMP/MTs yang umumnya dalam tingkat berpikir operasional konkret dan peralihan ke tingkat operasional formal, sehingga cara memperoleh pengetahuan matematika pada diri siswa SD/MI dan SMP/MTs banyak dilakukan dengan penalaran induktif, sedangkan untuk siswa SMA/MA sudah mulai banyak dilakukan dengan penalaran deduktif.
4.        Experimenting (mencoba)
Berdasarkan hasil penalaran yang diperoleh pada tahap sebelumnya yakni berupa konjektur atau dugaan sementara sampai diperoleh kesimpulan, maka selanjutnya perlu dilakukan kegiatan ‘mencoba’. Kegiatan mencoba dalam proses pembelajaran matematika di sekolah dimaknai sebagai menerapkan pengetahuan atau keterampilan hasil penalaran ke dalam suatu situasi atau bahasan yang masih satu lingkup, kemudian diperluas ke dalam situasi atau bahasan yang berbeda lingkup.
Tahap mencoba ini menjadi wahana bagi siswa untuk membiasakan diri berkreasi dan berinovasi menerapkan dan memperdalam pengetahuan atau keterampilan yang telah dipelajari bersama guru. Dengan memfasilitasi kegiatan ‘mencoba’ ini siswa diharapkan tidak terkendala dalam memecahkan permasalahan matematika yang merupakan salah satu tujuan penting dan mendasar dalam belajar matematika. Pengalaman ‘mencoba’ akan melatih siswa yang memuat latihan mengasah pola pikir, sikap dan kebiasaan memecahkan masalah itulah yang akan banyak memberi sumbangan bagi siswa dalam menuju kesuksesan mengarungi kehidupan sehari-harinya. Kurikulum 2013 secara eksplisit menyiapkan siswa agar terampil memecahkan masalah melalui penataan kompetensi kompetensi dasar matematika yang dipelajari siswa. Kegiatan mencoba mencakup merencanakan, merancang, dan melaksanakan eksperimen, serta memperoleh, menyajikan, dan mengolah data.
5.        Networking (membentuk jejaring)
Membentuk jejaring dimaknai sebagai menciptakan pembelajaran yang kolaboratif antara guru dan siswa atau antar siswa. Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar melaksanakan suatu teknik pembelajaran di kelas. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja sedemikian rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama (Kemdikbud, 2013).
Dalam kegiatan pembelajaran kolaboratif, fungsi guru lebih sebagai manajer belajar dan siswa aktif melaksanakan proses belajar. Dalam situasi pembelajaran kolaboratif antara guru dan siswa atau antar siswa, diharapkan terjadi siswa berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing, sehingga pada diri siswa akan tumbuh rasa aman, yang selanjutnya akan memungkinkan siswa menghadapi aneka perubahan dan tuntutan belajar secara bersama-sama.
Membentuk jejaring dapat dilaksanakan dengan memberi penugasan-penugasan belajar secara kolaboratif. Penugasan kolaboratif dapat dilaksanakan pada proses mengamati, menanya, menalar atau mencoba. Selain belajar mengasah sikap empati, saling menghargai dan menghormati perbedaan, berbagi, dengan diterapkannya pembelajaran kolaboratif maka bahan belajar matematika yang abstrak diharapkan akan menjadi lebih mudah dipahami siswa.
Kegiatan membentuk jejaring adalah sarana untuk menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, gambar / sketsa, diagram, atau grafik. Kegiatan ini dilakukan agar siswa mampu mengomunikasikan pengetahuan, keterampilan, dan penerapannya, serta kreasi siswa melalui presentasi, membuat laporan, dan atau unjuk karya.

F.     Pengertian Keanekaragaman Hayati
Ø  Konsep Keanekaragaman Hayati (Biodiversitas)
Keanekaragaman adalah semua kumpulan benda yang bermacam-macam, baik ukuran, warna, bentuk, tekstur dan sebagainya. Hayati yaitu menunjukkan sesuatu yang hidup. Jadi keanekaragaman hayati menggambarkan bermacam-macam makhluk hidup (organisme) penghuni biosfer. Keanekaragaman hayati disebut juga “Biodiversitas”. Keanekaragaman atau keberagaman dari makhluk hidup dapat terjadi karena akibat adanya perbedaan warna, ukuran, bentuk, jumlah, tekstur, penampilan dan sifat-sifat lainnya.
Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman makhluk hidup yang menunjukkan keseluruhan variasi gen, spesies dan ekosistem di suatu daerah. Ada dua faktor penyebab keanekaragaman hayati, yaitu faktor genetik dan faktor luar. Faktor genetik bersifat relatif konstan atau stabil pengaruhnya terhadap morfologi organisme. Sebaliknya, faktor luar relatif stabil pengaruhnya terhadap morfologi organisme. Lingkungan atau faktor eksternal seperti makanan, suhu, cahaya matahari, kelembaban, curah hujan dan faktor lainnya bersama-sama faktor menurun yang diwariskan dari kedua induknya sangat berpengaruh terhadap fenotip suatu individu. Dengan demikian fenotip suatu individu merupakan hasil interaksi antara genotip dengan lingkungannya Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah sampai organisme tingkat tinggi. Misalnya dari mahluk bersel satu hingga mahluk bersel banyak dan tingkat organisasi kehidupan individu sampai tingkat interaksi kompleks, misalnya dari spesies sampai ekosistem. Keanekaragam hayati merupakan ungkapan pernyataan terdapatnya berbagai macam variasi, bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan ekosistem, tingkatan jenis dan tingkatan genetik.
Keanekaragaman hayati menurut UU no 50 tahun 1994 adalah keanekaragaman diantara makhluk hidup dari semua sumber yang termasuk diantaranya dataran, ekosistem ekuatik lain, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman dalam spesies , antara spesies dan ekosistem.

Ø  Tingkat Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah sampai tingkat tinggi. Secara garis besar, keanekaragaman hayati terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu
1. Keanekaragaman Hayati Tingkat Gen
            Keanekaragaman gen merupakan sifat yang terdapat dalam satu jenis. Dengan demikian tidak ada satu makhluk pun yang sama persis dalam penampakannya. dengan tekhnik budaya semakin banyak jenis tumbuhan hasil rekayasa genetik seperti padi, jagung, ketela, semangka tanpa biji, jenis-jenis mangga, dan sebagainya. Yang membuat variasi tadi adalah :
Rumus : F = G + L
F = fenotip
G = genotip
L = lingkungan
Jika G berubah karena suatu hal (mutasi dll) atau L berubah maka akan terjadi perubahan di F. Perubahan inilah yang menyebabkan terjadinya variasi tadi.
    Perlu kita ketahui bahwa perangkat genetik mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya, dua individu memiliki perangkat gen yang sama hidup dilingkungan yang berbeda maka kedua individu tersebut dapat saja memunculkan ciri dan sifat yang berbeda. Keadaaan sebaliknya dapat juga terjadi dua individu yang memiliki perangkat gen yang berbeda, tetapi hidup dilingkungan yang sama dapat memunculkan ciri yang sama. Hal ini terlihat jelas bahwa dalam spesies yang sama dapat terjadi keanekaragaman susunan gen sehingga memunculkan variasi antara individu. Begitu banyak kemungkinan susunan gen pada setiap individu dalam satu spesies, menyebabkan tidak adanya individu yang benar-benar sama dalam segala hal, sekalipun saudara kembar. Keanekaragam inilah yang disebut sebagai keanekaragaman individu yang terjadi akibat keanekaragaman pada tingkat genetik.
2. Keanekaragaman Hayati Tingkat Jenis (Spesies)
Perbedaan-perbedaan pada berbagai spesies makhluk hidup di suatu tempat disebut keanekaragaman spesies. Biasanya dijumpai pada suatu tempat yang dihuni kumpulan makhluk hidup dari berbagai spesies (komunitas). Keanekaragaman ini lebih mudah diamati daripada Keanekaragaman gen. Keanekaragaman hayati tingkat ini dapat ditunjukkan dengan adanya beraneka macam jenis mahluk hidup baik yang termasuk kelompok hewan, tumbuhan dan mikroba.Misalnya: variasi dalam satu famili antara kucing dan harimau. Mereka termasuk dalam satu famili(famili/keluarga Felidae) walaupun ada perbedaan fisik, tingkah laku dan habitat.
3. Keanekaragaman Hayati Tingkat Ekosistem
                  Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada. Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem. Semua makhluk hidup berinteraksi dengan lingkungannya yang berupa faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik meliputi berbagai jenis makhluk hidup lain, sedangkan yang termasuk faktor abiotik adalah iklim, cahaya, suhu, air, tanah, kelembapan, dan sebagainya. Baik faktor biotik maupun abiotik sangat bervariasi. Oleh karena itu, ekostem yang merupakan kesatuan dari biotik dan abiotik pun bervariasi pula.
Didalam ekosistem, komponen biotik harus dapat berinteraksi dengan komponen biotik lainnya dan juga dengan komponen abiotik agar tetap bertahan hidup. Jadi, interaksi antar organisme didalam ekosistem ditentukan oleh komponen biotik dan abiotik yang menyusunnya.Komponen biotik sangat beranekaragam dan komponen abiotik berbeda kulitas dan kuantitasnya, perbedaan komponen-komponen penyusun tersebut mengakibatkan perubahan dari interaksi yang ada sehingga menciptakan ekosistem yang berbeda pula. Jadi jelaslah bahwa keanekaragaman hayati pada tempat yang berlainan akan menyusun ekosistem yang berbeda.
G.    Penerapan pembelajaran saintifik pada Materi Keanekaragaman Hayati
Penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran pada materi keanekaragaman hayati yang mencakup kognitif, afektif, dan psikomotorik adalah sebagai berikut :
1.        Observing (mengamati)
·         Siswa mengamati suatu ekosistem linkungan agar lebih memahami konsep keanekaragaman hayati
·         Siswa menemukan tumbuhan yang sesuai dengan tingkat keanekaragaman gen, jenis, dan ekosistem
·         Siswa mengagumi seluruh komponen keanekaragaman hayati
2.        Questioning (menanya)
·         Guru dapat memotivasi siswa dengan bertanya tentang keanekaragaman hayati
·         Siswa termotivasi untuk mempertanyakan berbagai macam organisme makhluk hidup berdasarkan tingkat keanekaragamannya
3.        Associating (menalar)
·         Siswa menganalisis,mengelompokkan dan mampu membedakan yang mana antara keanekaragaman gen, jenis maupun ekosistem
4.        Experimenting (mencoba)
·         Siswa mengidentifikasi dan menunjukkan golongan tingkat gen, jenis, dan ekosistem dari suatu organisme disuatu lingkungan
·         Siswa menggambar atau melukis keanekaragaman berdasarkan tingkatannya dengan berbagai jenis organisme yang dilakukan dengan pengamatan
·         Siswa memanfaatkan dengan cara mengembangkanbiakan jenis-jenisnya dengan cara yang berbeda
5.        Networking (membentuk jejaring)
·         Siswa menyajikan secara tertulis dan lisan/ presentasi hasil pembelajaran atau apa yang telah dipelajari pada tingkat kelas atau tingkat kelompok mulai dari apa yang telah dipahami tentang keanekaragaman hayati
·         Siswa membentuk kelompok kecil untuk mempermudah dalam memahami konsep keanekaragaman hayati
·         Guru memberikan tanggapan hasil presentasi meliputi tanya jawab untuk mengkonfirmasi, memberikan tambahan informasi, melengkapi informasi ataupun tanggapan lainnya











BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pengamatan yang dilakukan kami mengungkapkan fakta/ fenomena dalam pembelajaran Pendidikan MIPA yaitu ssebagai berikut:
Mata pelajaran                   : Dasar- Dasar Pendidikan MIPA
Standar Kompetensi         : Siswa mampu memahami keanekaragaman hayati dan mampu  mengaplikasikan prinsip-prinsip pengelompokan mahkluk hidup serta memanfaatkan keanekaragamna hayati secara arif
Kompetensi Dasar             : Siswa mampu merumuskan konsep keanekaragaman hayati melalui kegiatan pengamatan terhadap lingkungan sekitarnya
Indikator                     : Memahami, manfaat keanekaragaman hayati :
1.      Mendeskripsikan konsep keanekaragaman gen, jenis, ekosistem
2.      Mengkomunikasikan keanekaragaman hayati Indonesai, dan usaha pelestarian serta mafaatnya
Materi Pembelajaran   :
1.      Konsep kanekaragaman hayati
2.      Tingkat keanekaragaman hayati
3.      Kegiatan manusia yang mempengaruhi keanekaragaman hayati
4.      Upaya pelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia
Materi Pokok              : Keanekaragamna Hayati
Sub materi pokok        :
1.      Keanekaragaman tingkat gen
2.      Keanekaragaman tingkat jenis
3.      Keanekaragaman tingkat ekosistem


Dalam merancang suatu kegiatan peserta didik berdasarkan pembelajaran Scientfik adalah sebagai berikut :
A.    Observing
Metode mengamati / observasi mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan  tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Dalam pelaksanaannya, proses mengamati memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.

Namun metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik karena peserta didik yang terlibat dalam proses mengamati akan dapat menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Pada Materi Keanekaragaman observasing mencakup kognitif, psikomotorik, dan afektif yaitu
Kognitif          : Siswa mampu mengetahui konsep keanekaragaman hayati dengan cara mengamati suatu ekosisitem lingkungan
Psikomotorik : Siswa dapat menemukan tumbuhan yang sesuai dengan tingkat keanekaragaman masing-masing dalam tingkat gen, jenis, dan ekosisitem
Afektif                        : Siswa dapat mengaggumi seluruh komponen keanekaragaman    hayati sebagai ciptaan Tuhan
B.    Questioning
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya.
Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.
Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri norma hukum? Bentuk pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri norma hukum!
Pada Materi Keanekaragaman observasing mencakup kognitif, psikomotorik, dan afektif yaitu
Kognitif: Siswa saling tanya jawab tentang permasalahan mengenai Keanekaragaman Hayati tingkat gen, jenis, dan ekosisitem
Psikomotorik: Siswa mampu mengetahui berbagai macam organisme biotik dan abiotik yang berada di lokasi pengamatan berdasarkan tingkat keanekaragamannya
Afektif: siswa memiliki rasa ingin tahu ( curiositi ) dalam memahami perbedaan keanekaragaman hayati


C.    Asociating
Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata emiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. 
Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.
Aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan dengan cara :
1.   Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum.
2.   Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.
3.   Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau   hierarkis, dimulai dari yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).
4.   Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.
5.   Setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki.
6.   Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman.
7.   Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.
8.   Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.

Pada Materi Keanekaragaman observasing mencakup kognitif, psikomotorik, dan afektif yaitu
Kognitif: Siswa mampu mengelompokkan keanekaragaman hayati dan membedakan keanekaragaman tungkat gen,jenis dan ekosistem serta mampu mengetahui bagaimana pelestarian keanekaragamna hayati
Psikomotorik: Siswa dapat menemukan organisme baru dilokasi yang mencakup tingkat keanekaragaman hayati gen, jenis, dan ekosistem
Afektif: Siswa mampu menunjukkan perilaku ilmiah dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan pengamatan, percobaan atau berdiskusi
D.    Experimenting

Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA, misalnya,peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah:
1.   menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum;
2.   mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan;
3.   mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya;
4.   melakukan dan mengamati percobaan;
5.   mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;
6.   menarik simpulan atas hasil percobaan;
7.   membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.

Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka :
1.   Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan murid
2.   Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan
3.   Perlu memperhitungkan tempat dan waktu
4.   Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid
5.   Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen
6.   Membagi kertas kerja kepada murid
7.   Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan
8.   Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.
Pada Materi Keanekaragaman observasing mencakup kognitif, psikomotorik, dan afektif yaitu
Kognitif: Siswa mampu menggambarkan dan menunjukkan golongan tingkat jenis, gen ,dan ekosisitem dan mampu memanfatkan keanekaragaman hayati (mengembangbiakan jenis-jenisnya dengan cara yang berbeda)
Psikomotorik: Siswa mencoba, mengolah, dan menyajikan berbagai hal dalam ranah konkret( menggunakan, menguraikan, dan mengelompokkan hasil data percobaan)
Afektif: Siswa mampu mendeskripsikan tingkat keanekaragaman gen,jenis, dan ekosistem serta melakukan pengamatan tentang keanekaragaman berdasarka tingkat jenisnya


E.    Networking
Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Pada Materi Keanekaragaman observasing mencakup kognitif, psikomotorik, dan afektif yaitu
Kognitif: Siswa membentuk kelompok kecil agar mudah memahami pengetahuan atau materi yang disampaikan oleh guru
Psikomotorik: Siswa membentuk kelompok kecil atau kelompok besar dengan mengguanakan metode belajar presentasi e-learning (zig-zag)
Afektif: Siswa menunjukkan ketekunan dan tanggung jawab dalam belajar dan bekerja baik secara individu maupun kelompok


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
Dari makalah di atas dapat kita simpulkan bahwa :
Konsep dasar pendekatan scientific terdiri dari definisi pendekatan scientific, tujuan pembelajaran dengan pendekatan scientific, karakteristik pembelajaran scientific dan prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan scientific.
 Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran
Dalam merancang suatu kegiatan peserta didik berdasarkan pembelajaran Scientfik adalah observing, questioning, asociating, experimenting, dan networking yang mencakup kompetensi kognitif, afektif dan psikomotorik
Dalam penerapan pada materi keanekaragaman hayati siswa dharuskan untuk melakukan pengamatan pada suatu objek untuk menemukan berbagai macam keanekaragaman dalam tingkat yang berbeda sehingga siswa mampu memahami konsep dan dapat mengembangkan temuan objek yang diamati

B.      Saran
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan para pembaca khususnya mahasiswa calon pendidik dapat mengetahui konsep dasar pendekatan scientific, langkah-langkah umum pembelajaran dengan pendekatan scientific, dan penerapan pedekatan scientific dalam pembelajaran.




DAFTAR PUSTAKA

Akhmad, Sudrajat. 2013. Pendekatan Saintifik Ilmiah dalam Pembelajaran. http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com. Diunduh pada 16 Maret 2014

Anonim. 2013. Pendekatan Saintifik. http://pengawasmadrasah.files.wordpress.com. Diunduh pada 16 Maret 2014

Habibah, Mad, Putra. 2013. Konsep Pendekatan Scientific. http://habibahmadpurba.files.wordpress.com. Diunduh pada 16 Maret 2014
http://elinhdstava.blogspot.co.id/2015/01/makalah-keanekaragaman-hayati.html

2 komentar:

  1. Lanjutkan menulis,jangan sampai disini saja karena dengan menulis namamu kan di kenang di masa depan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih bapak....sudah berpartisipasi diblog saya

      Hapus