Kamis, 16 Juni 2016

Fanfiction Drable



https://indofanfictkpop.files.wordpress.com/2016/05/chico-est-gacher.jpg

Chicó est Gâcher : First Impression
Chicó Vivienne (Hirose Suzu @ poster), Jeon Jungkook (BTS), Jisoo Vivienne, Jeon Minwoo, Jeon Mino
305 words [romance, comedy, fluff, family]
Aman untuk semua umur. Silahkan dimaklumi untuk beberapa kata umpatan.
Presented by ridiculous-gurl
Bush. Bush. Jeon Jungkook menyapu kisah kusut Chicó Vivienne dan wataknya yang berantakan melebihi daun sikamor kering di pekarangan rumah.

“Kentang goreng, cola, ramen..” Chicó dalam perjalanan pulang selepas membeli beberapa kebutuhan primer yang ia perlukan. Di dekat komplek perumahan tempat Chicó tinggal ada satu mini market yang buka selama 24 jam. Tidak mustahil jika ia terlihat keluar dari sana saat jam sudah menunjukkan pukul 11 malam.
Chicó sedang sendirian di rumah sebelumnya, ketika ia merasa benar-benar hampa kalau harus menonton film horor tanpa makanan ringan. Ditambah fridge tidak menyediakan hidangan secuilpun untuk dihangatkan dan barangkali wajar jika Chicó memberikan sumpah serapah kepada ibunya.
Sudah seminggu sejak Ayah, Ibu, dan si bungsu Jisoo pergi berlibur ke Raja Ampat. Dan Chicó Vivienne seorang gadis yang memiliki gigi seputih cairan tipe-x bahkan teman-temannya mengakui bahwa ia memiliki senyuman yang berkilauan—sayangnya sangat tidak bisa diandalkan. Chicó tidak pandai memasak bahkan jangan tanyakan untuk hal merebus air.
Ibunya ternyata memiliki muslihat tersendiri mengapa Chicó dibiarkan menikmati liburan musim panas sendirian di Korea. Umur Chicó telah menginjak 17 tahun. Besar kemungkinan dia akan tinggal di tempat lain tanpa Ayah dan Ibu saat masuk perguruan tinggi nanti. Tidak salah jika Ibu ingin liburan ini menjadi pembelajaran bagi Chicó.
Chicó menendang setiap kerikil di jalanan dengan tumit sendalnya yang tebal. Sampai akhirnya mekanisme jam terhenti melihat Chicó menganga di hadapan seorang pemuda dengan tubuh toples yang dibaluti perban usai melompati tembok pembatas.
Ack!”
Ack? Chicó memandang pemuda itu dan kerikil di aspal bergantian—berulang kali hingga mulutnya menganga selebar goa dan setiap orang bisa memasukkan apa saja di dalam sana.
Gadis itu bisa memilih kabur atau memberi pertanggung jawaban.
Seorang protagonis mungkin akan memilih poin kedua sehingga alur cerita berubah jadi melankolis. Sayangnya Chicó terlalu apatis untuk membantu orang yang tiba-tiba merintih kesakitan di tengah malam begini.
Numpang lewat ya!” pekiknya sambil melewati pemuda tadi. Namun, dewi fortuna sedang tertidur ketika Chicó berharap keberuntungan datang padanya.
—Cut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar