SILABUS BIOLOGI
DALAM METODE SAINTIFIK
Makalah
Tugas Akhir Semester
Matakuliah
Dasar-Dasar MIPA
Disusun
Oleh
·
Annisa Umairoh 15320002
·
Punky Mahardini 15320017
·
Pratiwi Dwi Jayanti 15320016
·
Rini Lestari 15320019
PROGRAM STUDY PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
T.A 2015 – 2016
HALAMAN PENGESAHAN
Makalah telah disetujui
oleh dosen pembimbing pada tanggal 20 / 05 / 2016
Mengetahui :
Dosen 2 Dosen 1
Dr. Hi. Agus
Sujarwanta, S.Pd., M.Pd Arif
Rahman Aththibby, S.Pd., M.Pd
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayahnya sehingga tugas penyusunan
makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai
salah satu tugas mata kuliah Kimia Organik .Kami mengucapkan terima kasih
kepada Bpk. Dr.Hi. Agus Sujarwanta, S.Pd., M.Pd dan Bpk. Arif Rahman Aththibby,
S.Pd., M.Pd. selaku dosen mata kuliah Dasar-Dasar MIPA yang telah
membimbing kami dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, sebagaimana peribahasa mengatakan “Tak ada
gading yang tak retak”. Hal itu disebabkan karena keterbatasan wawasan dan
pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami senantiasa mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca sekalian. Demi perbaikan makalah ini di masa yang
akan datang. Akhirnya kami berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca sekalian.
Metro,
Mei 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pendekatan Saintifik
B. Pengertian kognitif, Afektif, dan Psikomotorik
BAB III METODE
A. Definisi pembelajaran dengan pendekatan saintifik
B. Karakteristik Pembelajaran dengan pendekatan saintifik
C. Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik
D. Prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan saintifik
E. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan santifik
F. Pengertian Keanekaragaman Hayati
G. Penerapan pembelajaran saintifik pada Materi Keanekaragaman
Hayati
BAB IV HASIL DAN
PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
BAB V KESIMPULAN DAN
SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kurikulum
2013 mengajak kita semua untuk semangat dan optimis akan meraih pendidikan yang
lebih baik. Kurikulum 2013 yang menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam
pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah sebagai katalisator utamanya atau perangkat
atau apa pun itu namanya. Pendekatan ilmiah (scientific approach) diyakini
sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi
kriteria ilmiah. Dalam konsep pendekatan scientific yang disampaikan oleh
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu dalam proses belajar mengajar
diperlukan adanya model pembelajran,salah satunya yaitu model pembelajaran
berbasis masalah. Model pembelajaran berbasis masalah yaitu pembelajaran yang
dipusatkan pada siswa melalui pemberian masalah di awal pembelajaran. Seperti
yang dikemukakan oleh Soedjadi (200 : 99) bahwa: “ Model pembelajaran berbasis
masalah memulai pembelajaran dengan masalah yang kompleks misalnya tentang
hal-hal dalam kehidupan sehari-hari, kemudian dikupas menuju kepada
konsep-konsep sederhana yang terkait”. Dengan pemberian masalah diawal
pembelajaran pada pembelajaran berbasis masalah diharapkan nantinya mampu
membawa sisiwa untuk berpikir kritis, kreatif, dan mempunyai keterampilan
memecahkan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep dasar dari materi
yang diajarkan tersebut. Setelah pemberian masalah di awal pembelajaran
kemudian dilanjutkan dengan adanya pengorganisasian siswa untuk belajar,
melakukan penyelidikan dan diakhiri dengan penyajian hasil karya serta
pengevaluasian proses pemecahan masalah. Seperti pada pembelajaran materi
Keanekaragaman Hayati yang saat ini menjadi pembahasan makalah ini, siswa
dituntut untuk memecahkan masalah dengan meneliti suatu objek untuk mendapatkan
jwaban dari masalah terkait sehingga dari pemecahan masalah tersebut siswa
dapat menemukan konsep dengan membangunnya sendiri. Akan tetapi, seiring dengan
perubahan kurikulum, pembelajaran dituntut untuk lebih melibatkan peran aktif
peserta didik (Nurul, 2009). Apalagi saat ini siswa mempunyai kreativitas yang
lebih tinggi, memiliki keinginan untuk mencari dan mendapatkan sesuatu yang
baru, anti kemonotonan dan berjiwa dinamis. Karakter seperti ini tentu saja harus
diikuti dengan pola pengajaran guru yang mampu menampung perubahan tersebut.
Guru hendaknya memiliki kepekaan menyediakan, menunjukkan, membimbing, dan
memotivasi siswa agar mereka dapat berinteraksi dengan berbagai sumber belajar
yang ada.
B.
Rumusan Masalah
1.
Rumusan masalah pada makalah ini
adalah sebagai berikut :
2.
Bagaimana Konsep Dasar Pendekatan
Scientific ?
3.
Bagaimana Langkah-langkah Pendekatan
Scientific ?
4.
Apakah pengertian dari
keanekaragaman hayati ?
5.
Bagaimana penerapan scientifik
dalam pembelajaran biologi tentang keanekaragaman hayati ?
C.
Manfaat Penulisan
Manfaat dari
pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui apa yang
dimaksud dengan konsep pendekatan saintifik
2.
Untuk mengetahui bagaimana
langkah-langkah dalam pembuatan metode saintifik
3.
Menjelaskan tentang materi yang
akan dibahas yaitu Keanekaragaman Hayati (tingkat gen, jenis, dan ekosistem)
4.
Menjelaskan bagaimana penerapan
metode saintifik dalam pembelajaran biologi khususnya tentang materi
Keanekaragaman Hayati (Tingkat gen, jenis, dan ekosistem)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian Pendekatan Saintifik
Sebenarnya apa Pendekatan saintifik itu? Pendekatan saintifik merupakan kerangka ilmiah pembelajaran yang diterapkan pada Kurikulum 2013. Proses pembelajaran ini dapat disamakan dengan suatu proses ilmiah karena didalamnya terdapat tahapan-tahapan terutama dalam kegiatan inti. Pendekatan saintifik dapat di sebut juga sebagai bentuk pengembangan sikap baik religi maupun sosial, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik dalam mengaplikasikan materi pelajaran. Dalam pendekatan ini peserta didik tidak lagi dijadikan sebagai objek pembelajaran, tetapi dijadikan subjek pembelajaran, guru hanya sebagai fasilitator dan motivator saja. Guru tidak perlu menjelaskan semua tentang apa yang ada dalam materi.
Sebenarnya apa Pendekatan saintifik itu? Pendekatan saintifik merupakan kerangka ilmiah pembelajaran yang diterapkan pada Kurikulum 2013. Proses pembelajaran ini dapat disamakan dengan suatu proses ilmiah karena didalamnya terdapat tahapan-tahapan terutama dalam kegiatan inti. Pendekatan saintifik dapat di sebut juga sebagai bentuk pengembangan sikap baik religi maupun sosial, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik dalam mengaplikasikan materi pelajaran. Dalam pendekatan ini peserta didik tidak lagi dijadikan sebagai objek pembelajaran, tetapi dijadikan subjek pembelajaran, guru hanya sebagai fasilitator dan motivator saja. Guru tidak perlu menjelaskan semua tentang apa yang ada dalam materi.
B.
Pengertian Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik
1.
Kognitif
Ranah
kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Segala upaya yang
menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah
kognitif memiliki enam jenjang atau
aspek, yaitu:
1. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
2. Pemahaman (comprehension)
3. Penerapan (application)
4. Analisis (analysis)
5. Sintesis (syntesis)
6. Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan
berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu
mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk
menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur
yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek
kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang
sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi
yaitu evaluasi.
2. Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang
berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti
perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap
seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan
kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada
peserta didik dalam berbagai tingkah laku.
Ranah afektif menjadi lebih rinci
lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
1. Receiving atau attending (
menerima atua memperhatikan)
2. Responding (menanggapi)
mengandung arti “adanya partisipasi aktif”
3. Valuing (menilai atau
menghargai)
4. Organization (mengatur
atau mengorganisasikan)
5. Characterization by evalue or
calue complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau
komplek
nilai)
3. Psikomotorik
Ranah psikomotor merupakan ranah
yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah
seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya
merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan
hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk
kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Ranah psikomotor adalah berhubungan
dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan
sebagainya.
Hasil belajar keterampilan
(psikomotor) dapat diukur melalui: (1) pengamatan langsung dan penilaian
tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2)
sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada
peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa
waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya.
BAB III
METODE
A.
Konsep Dasar
Pendekatan Scientific
Pembelajaran dengan pendekatan scientific
adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik
secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan
mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah,
mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik,
menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau
prinsip yang “ditemukan”. Pendekatan scientific
dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal,
memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa
berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari
guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan
untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui
observasi, dan bukan hanya diberi tahu.
Penerapan pendekatan scientific
dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati,
mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam
melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi
bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah
dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa.
Metode scientific sangat relevan
dengan tiga teori belajar yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky.
Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal pokok
berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin & Sund, 1975). Pertama,
individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan
pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses
penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan
suatau penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang
dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki
kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan
maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal di atas adalah bersesuaian
dengan proses kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran menggunakan metode scientific.
Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan dan
perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau
struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan
mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967). Skema tidak pernah
berhenti berubah, skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang
dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut dengan
adaptasi. Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang
dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi,
konsep, hukum, prinsip ataupun pengalaman baru ke dalam skema yang sudah ada
didalam pikirannya. Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang dapat
cocok dengan ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah
ada sehingga cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran
diperlukan adanya penyeimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan
akomodasi.
Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila
peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari
namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu
berada dalam zone of proximal development daerah terletak antara tingkat
perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan
masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.
(Nur dan Wikandari, 2000:4).
B.
Karakteristik
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik
Adapun karakteristik pendekatan
scientific menurut Kemdikbud (2013) adalah sebagai berikut.
1.
Subtansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat
dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan,
legenda, atau dongeng semata.
2.
Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif
guru- peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran
subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3.
Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat
dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan
materi pembelajaran.
4.
Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat
perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
5.
Mendorong dan menginspirasi siswa dalam memahami, menerapkan, dan mengembangkan
pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.
6.
Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan.
7.
Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem
penyajiannya.
Berdasarkan karakteristik
tersebut pendekatan scientific diyakini sebagai titian emas perkembangan dan
pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik dalam
pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah.
C.
Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik
Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada
keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa
tujuanembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah:
1) untuk meningkatkan kemampuan
intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
2) untuk membentuk kemampuan
siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik.
3) terciptanya kondisi
pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan.
4) diperolehnya hasil belajar
yang tinggi.
5) untuk melatih siswa dalam
mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah.
6) untuk mengembangkan karakter
siswa.
D.
Prinsip-Prinsip
Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific
Beberapa prinsip pendekatan scientific
dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut :
1)
pembelajaran berpusat pada siswa
2)
pembelajaran membentuk students’ self concept
3)
pembelajaran terhindar dari verbalisme
4)
pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip
5)
pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan
kemampuan berpikir siswa
6)
pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan
motivasi mengajar guru
7)
memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih
kemampuan dalam komunikasi
8)
adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan
prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.
E. Langkah-langkah Pendekatan Scientific
Pendekatan saintifik atau pendekatan
ilmiah ini memerlukan langkah-langkah pokok sebagai berikut :
1.
Observing (mengamati)
Objek matematika yang dipelajari
dalam matematika adalah buah pikiran manusia, sehingga bersifat abstrak.
Mengamati objek matematika dapat dikelompokkan dalam dua macam kegiatan yang
masing-masing mempunyai ciri berbeda, yaitu:
a. Mengamati fenomena
lingkungan kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan topik matematika
tertentu
Fenomena adalah hal-hal yang dapat
disaksikan dengan pancaindera dan dapat dijelaskan serta dinilai secara ilmiah.
Melakukan pengamatan terhadap fenomena dalam lingkungan kehidupan sehari-hari
tepat dilakukan ketika siswa belajar hal-hal yang terkait dengan topik-topik
matematika yang pembahasannya dapat dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari
secara langsung. Fenomena yang diamati akan menghasilkan pernyataan yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Selanjutnya pernyataan tersebut
dituangkan dalam bahasa matematika atau menjadi pembuka dari pembahasan objek
matematika yang abstrak.
b. Mengamati objek matematika yang
abstrak
Kegiatan mengamati objek matematika
yang abstrak sangat cocok untuk siswa yang mulai menerima kebenaran logis.
Siswa tidak mempermasalahkan kebenaran pengetahuan yang diperoleh, walaupun
tidak diawali dengan pengamatan terhadap fenomena. Kegiatan mengamati seperti
ini lebih tepat dikatakan sebagai kegiatan mengumpulkan dan memahami kebenaran
objek matematika yang abstrak. Hasil pengamatan dapat berupa definisi, aksioma,
postulat, teorema, sifat, grafik dan lain sebagainya.
Proses
mengamati fakta atau fenomena mencakup mencari informasi, melihat, mendengar,
membaca, dan atau menyimak.
2.
Questioning (menanya)
Menurut Bell (1978), objek kajian
matematika yang dipelajari siswa selama belajar di sekolah dapat berupa fakta
(matematika), konsep (pengertian pangkal, definisi), prinsip (teorema, rumus,
sifat), dan skill (algoritma/prosedur). Fakta, konsep, prinsip, skill
tersebut adalah buah fikiran manusia, sehingga bersifat abstrak. Dalam
mempelajari konsep atau prinsip matematika yang tergolong sebagai pengetahuan,
sebagaimana disampaikan oleh Piaget (Wadsworth, 1984) sangat perlu
dipertimbangkan bahwa tingkat berpikir siswa. Proses pembelajaran untuk
memahami konsep dan prinsip matematika perlu dikelola dengan langkah-langkah
pedagogis yang tepat dan difasilitasi media tertentu agar buah pikiran yang
abstrak tersebut dapat dengan mudah dipahami siswa. Langkah pedagogis dan
penggunaan media tersebut menuntut siswa dan guru terlibat dalam
pertanyaan-pertanyaan yang menggiring pemikiran siswa secara bertahap, dari
yang mudah (konkret) menuju ke yang lebih kompleks (abstrak) sehingga akhirnya
pengetahuan
diperoleh oleh siswa sendiri dengan bimbingan guru.
Dalam hal mempelajari keterampilan
berprosedur matematika, kecenderungan yang ada sekarang adalah siswa gagal
menyelesaikan suatu masalah matematika jika konteksnya berbeda, walaupun hanya
sedikit perbedaannya. Ini terjadi karena siswa cenderung menghafal algoritma
atau prosedur tertentu. Pada diri siswa tidak terbangun kreativitas dalam
berprosedur. Kreativitas berprosedur dapat dibangkitkan dari pemberian
pertanyaan yang tepat. Pertanyaan-pertanyaan didesain agar siswa dapat berpikir
tentang alternatif-alternatif jawaban atau alternatif-alternatif cara
berprosedur. Dalam hal ini guru diharapkan agar menahan diri untuk tidak
memberi tahu jawaban pertanyaan. Apabila terjadi kendala dalam proses menjawab
pertanyaan, atau diprediksi terjadi kendala dalam menjawab pertanyaan, guru
dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan secara bertahap yang mengarah pada
diperolehnya jawaban pertanyaan oleh siswa sendiri. Di sinilah peran guru dalam
memberikan scaffolding atau ‘pengungkit’ untuk memaksimalkan ZPD
(Zone Proximal Development) yang ada pada siswa (Chambers, 2007).
3.
Associating (menalar)
Secara umum dapat dikatakan bahwa
penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta
yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Dalam
proses pembelajaran matematika, pada umumnya proses menalar terjadi secara
simultan dengan proses mengolah atau menganalisis kemudian diikuti dengan
proses menyajikan atau mengkomunikasikan hasil penalaran sampai diperoleh suatu
simpulan. Bentuk penyajian pengetahuan atau ketrampilan matematika sebagai
hasil penalaran dapat berupa konjektur atau dugaan sementara atau hipotesis.
Ada dua cara menalar, yaitu
penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan
cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena khusus untuk hal-hal yang
bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada
hasil pengamatan inderawi atau pengalaman empirik. Penalaran deduktif merupakan
cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena
yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Cara kerja menalar
secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk
kemudian dihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yang khusus (Sudarwan, 2013).
Penalaran yang paling dikenal dalam matematika terkait penarikan kesimpulan
adalah modus ponen, modus tolen dan silogisme.
Sesuai dengan tingkat berpikirnya,
siswa SD/MI dan SMP/MTs yang umumnya dalam tingkat berpikir operasional konkret
dan peralihan ke tingkat operasional formal, sehingga cara memperoleh
pengetahuan matematika pada diri siswa SD/MI dan SMP/MTs banyak dilakukan
dengan penalaran induktif, sedangkan untuk siswa SMA/MA sudah mulai banyak
dilakukan dengan penalaran deduktif.
4.
Experimenting (mencoba)
Berdasarkan hasil penalaran yang
diperoleh pada tahap sebelumnya yakni berupa konjektur atau dugaan sementara
sampai diperoleh kesimpulan, maka selanjutnya perlu dilakukan kegiatan
‘mencoba’. Kegiatan mencoba dalam proses pembelajaran matematika di sekolah
dimaknai sebagai menerapkan pengetahuan atau keterampilan hasil penalaran ke
dalam suatu situasi atau bahasan yang masih satu lingkup, kemudian diperluas ke
dalam situasi atau bahasan yang berbeda lingkup.
Tahap mencoba ini menjadi wahana
bagi siswa untuk membiasakan diri berkreasi dan berinovasi menerapkan dan
memperdalam pengetahuan atau keterampilan yang telah dipelajari bersama guru.
Dengan memfasilitasi kegiatan ‘mencoba’ ini siswa diharapkan tidak terkendala
dalam memecahkan permasalahan matematika yang merupakan salah satu tujuan
penting dan mendasar dalam belajar matematika. Pengalaman ‘mencoba’ akan
melatih siswa yang memuat latihan mengasah pola pikir, sikap dan kebiasaan
memecahkan masalah itulah yang akan banyak memberi sumbangan bagi siswa dalam
menuju kesuksesan mengarungi kehidupan sehari-harinya. Kurikulum 2013 secara
eksplisit menyiapkan siswa agar terampil memecahkan masalah melalui penataan
kompetensi kompetensi dasar matematika yang dipelajari siswa. Kegiatan mencoba
mencakup merencanakan, merancang, dan melaksanakan eksperimen, serta
memperoleh, menyajikan, dan mengolah data.
5.
Networking (membentuk jejaring)
Membentuk jejaring dimaknai sebagai
menciptakan pembelajaran yang kolaboratif antara guru dan siswa atau antar
siswa. Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari
sekadar melaksanakan suatu teknik pembelajaran di kelas. Kolaborasi esensinya
merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan
memaknai kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan
disengaja sedemikian rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai
tujuan bersama (Kemdikbud, 2013).
Dalam kegiatan pembelajaran kolaboratif, fungsi guru lebih sebagai manajer
belajar dan siswa aktif melaksanakan proses belajar. Dalam situasi pembelajaran
kolaboratif antara guru dan siswa atau antar siswa, diharapkan terjadi siswa
berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau
kelebihan masing-masing, sehingga pada diri siswa akan tumbuh rasa aman, yang
selanjutnya akan memungkinkan siswa menghadapi aneka perubahan dan tuntutan
belajar secara bersama-sama.
Membentuk jejaring dapat dilaksanakan dengan memberi penugasan-penugasan
belajar secara kolaboratif. Penugasan kolaboratif dapat dilaksanakan pada
proses mengamati, menanya, menalar atau mencoba. Selain belajar mengasah sikap
empati, saling menghargai dan menghormati perbedaan, berbagi, dengan
diterapkannya pembelajaran kolaboratif maka bahan belajar matematika yang abstrak
diharapkan akan menjadi lebih mudah dipahami siswa.
Kegiatan
membentuk jejaring adalah sarana untuk menyampaikan hasil konseptualisasi dalam
bentuk lisan, tulisan, gambar / sketsa, diagram, atau grafik. Kegiatan ini
dilakukan agar siswa mampu mengomunikasikan pengetahuan, keterampilan, dan
penerapannya, serta kreasi siswa melalui presentasi, membuat laporan, dan atau
unjuk karya.
F. Pengertian Keanekaragaman Hayati
Ø Konsep
Keanekaragaman Hayati (Biodiversitas)
Keanekaragaman
adalah semua kumpulan benda yang bermacam-macam, baik ukuran, warna, bentuk,
tekstur dan sebagainya. Hayati yaitu menunjukkan sesuatu yang hidup. Jadi
keanekaragaman hayati menggambarkan bermacam-macam makhluk hidup (organisme)
penghuni biosfer. Keanekaragaman hayati disebut juga “Biodiversitas”.
Keanekaragaman atau keberagaman dari makhluk hidup dapat terjadi karena akibat
adanya perbedaan warna, ukuran, bentuk, jumlah, tekstur, penampilan dan
sifat-sifat lainnya.
Keanekaragaman
hayati adalah keanekaragaman makhluk hidup yang menunjukkan keseluruhan variasi
gen, spesies dan ekosistem di suatu daerah. Ada dua faktor penyebab keanekaragaman hayati, yaitu
faktor genetik dan faktor luar. Faktor genetik bersifat relatif konstan atau
stabil pengaruhnya terhadap morfologi organisme. Sebaliknya, faktor luar
relatif stabil pengaruhnya terhadap morfologi organisme. Lingkungan atau faktor
eksternal seperti makanan, suhu, cahaya matahari, kelembaban, curah hujan dan
faktor lainnya bersama-sama faktor menurun yang diwariskan dari kedua induknya
sangat berpengaruh terhadap fenotip suatu individu. Dengan demikian fenotip
suatu individu merupakan hasil interaksi antara genotip dengan lingkungannya
Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari
organisme tingkat rendah sampai organisme tingkat tinggi. Misalnya dari mahluk
bersel satu hingga mahluk bersel banyak dan tingkat organisasi kehidupan
individu sampai tingkat interaksi kompleks, misalnya dari spesies sampai
ekosistem. Keanekaragam hayati merupakan ungkapan
pernyataan terdapatnya berbagai macam variasi, bentuk, penampilan, jumlah dan
sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan ekosistem, tingkatan jenis dan
tingkatan genetik.
Keanekaragaman
hayati menurut UU no 50 tahun 1994 adalah keanekaragaman diantara makhluk hidup
dari semua sumber yang termasuk diantaranya dataran, ekosistem ekuatik lain,
serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya,
mencakup keanekaragaman dalam spesies , antara spesies dan ekosistem.
Ø Tingkat
Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman
hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme
tingkat rendah sampai tingkat tinggi. Secara garis besar, keanekaragaman hayati
terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu
1. Keanekaragaman Hayati Tingkat Gen
Keanekaragaman gen merupakan sifat yang terdapat dalam satu jenis. Dengan
demikian tidak ada satu makhluk pun yang sama persis dalam penampakannya.
dengan tekhnik budaya semakin banyak jenis tumbuhan hasil rekayasa genetik
seperti padi, jagung, ketela, semangka tanpa biji, jenis-jenis mangga, dan
sebagainya. Yang membuat variasi tadi adalah :
Rumus
: F = G + L
F
= fenotip
G
= genotip
L
= lingkungan
Jika
G berubah karena suatu hal (mutasi dll) atau L berubah maka akan terjadi
perubahan di F. Perubahan inilah yang menyebabkan terjadinya variasi tadi.
Perlu kita ketahui bahwa perangkat genetik
mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya, dua individu memiliki
perangkat gen yang sama hidup dilingkungan yang berbeda maka kedua individu
tersebut dapat saja memunculkan ciri dan sifat yang berbeda. Keadaaan
sebaliknya dapat juga terjadi dua individu yang memiliki perangkat gen yang
berbeda, tetapi hidup dilingkungan yang sama dapat memunculkan ciri yang sama.
Hal ini terlihat jelas bahwa dalam spesies yang sama dapat terjadi
keanekaragaman susunan gen sehingga memunculkan variasi antara individu. Begitu
banyak kemungkinan susunan gen pada setiap individu dalam satu spesies,
menyebabkan tidak adanya individu yang benar-benar sama dalam segala hal,
sekalipun saudara kembar. Keanekaragam inilah yang disebut sebagai
keanekaragaman individu yang terjadi akibat keanekaragaman pada tingkat
genetik.
2. Keanekaragaman Hayati Tingkat Jenis (Spesies)
Perbedaan-perbedaan pada berbagai spesies makhluk
hidup di suatu tempat disebut keanekaragaman
spesies. Biasanya dijumpai pada suatu tempat yang dihuni kumpulan makhluk hidup dari berbagai spesies (komunitas). Keanekaragaman
ini lebih mudah diamati daripada Keanekaragaman gen. Keanekaragaman hayati
tingkat ini dapat ditunjukkan dengan adanya beraneka macam jenis mahluk hidup
baik yang termasuk kelompok hewan, tumbuhan dan mikroba.Misalnya: variasi dalam
satu famili antara kucing dan harimau. Mereka termasuk dalam satu
famili(famili/keluarga Felidae) walaupun ada perbedaan fisik, tingkah laku dan
habitat.
3.
Keanekaragaman Hayati Tingkat Ekosistem
Ekosistem
merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem
yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme
dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik
tertentu dan terjadi suatu siklus materi
antara organisme dan anorganisme.
Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada. Dalam ekosistem, organisme
dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu
sistem. Semua
makhluk hidup berinteraksi dengan lingkungannya yang berupa faktor biotik dan
abiotik. Faktor biotik meliputi berbagai jenis makhluk hidup lain, sedangkan
yang termasuk faktor abiotik adalah iklim, cahaya, suhu, air, tanah,
kelembapan, dan sebagainya.
Baik faktor biotik maupun abiotik sangat bervariasi. Oleh karena itu, ekostem
yang merupakan kesatuan dari biotik dan abiotik pun bervariasi pula.
Didalam
ekosistem, komponen biotik harus dapat berinteraksi dengan komponen biotik
lainnya dan juga dengan komponen abiotik agar tetap bertahan hidup. Jadi,
interaksi antar organisme didalam ekosistem ditentukan oleh komponen biotik dan
abiotik yang menyusunnya.Komponen biotik sangat beranekaragam dan komponen
abiotik berbeda kulitas dan kuantitasnya, perbedaan komponen-komponen penyusun
tersebut mengakibatkan perubahan dari interaksi yang ada sehingga menciptakan
ekosistem yang berbeda pula. Jadi jelaslah bahwa keanekaragaman hayati pada tempat
yang berlainan akan menyusun ekosistem yang berbeda.
G.
Penerapan
pembelajaran saintifik pada Materi Keanekaragaman Hayati
Penerapan pendekatan scientific
dalam pembelajaran pada materi keanekaragaman hayati yang mencakup kognitif,
afektif, dan psikomotorik adalah sebagai berikut :
1.
Observing (mengamati)
·
Siswa mengamati suatu ekosistem
linkungan agar lebih memahami konsep keanekaragaman hayati
·
Siswa menemukan tumbuhan yang sesuai
dengan tingkat keanekaragaman gen, jenis, dan ekosistem
·
Siswa mengagumi seluruh komponen
keanekaragaman hayati
2.
Questioning (menanya)
·
Guru dapat memotivasi siswa dengan
bertanya tentang keanekaragaman hayati
·
Siswa termotivasi untuk
mempertanyakan berbagai macam organisme makhluk hidup berdasarkan tingkat
keanekaragamannya
3.
Associating (menalar)
·
Siswa menganalisis,mengelompokkan
dan mampu membedakan yang mana antara keanekaragaman gen, jenis maupun
ekosistem
4.
Experimenting (mencoba)
·
Siswa mengidentifikasi dan menunjukkan
golongan tingkat gen, jenis, dan ekosistem dari suatu organisme disuatu
lingkungan
·
Siswa menggambar atau melukis keanekaragaman
berdasarkan tingkatannya dengan berbagai jenis organisme yang dilakukan dengan
pengamatan
·
Siswa memanfaatkan dengan cara
mengembangkanbiakan jenis-jenisnya dengan cara yang berbeda
5.
Networking (membentuk jejaring)
·
Siswa menyajikan secara tertulis dan
lisan/ presentasi hasil pembelajaran atau apa yang telah dipelajari pada
tingkat kelas atau tingkat kelompok mulai dari apa yang telah dipahami tentang
keanekaragaman hayati
·
Siswa membentuk kelompok kecil untuk
mempermudah dalam memahami konsep keanekaragaman hayati
·
Guru memberikan tanggapan hasil
presentasi meliputi tanya jawab untuk mengkonfirmasi, memberikan tambahan
informasi, melengkapi informasi ataupun tanggapan lainnya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil
pengamatan yang dilakukan kami mengungkapkan fakta/ fenomena dalam pembelajaran
Pendidikan MIPA yaitu ssebagai berikut:
Mata
pelajaran : Dasar- Dasar
Pendidikan MIPA
Standar Kompetensi : Siswa mampu memahami keanekaragaman
hayati dan mampu mengaplikasikan
prinsip-prinsip pengelompokan mahkluk hidup serta memanfaatkan keanekaragamna
hayati secara arif
Kompetensi Dasar : Siswa mampu merumuskan konsep
keanekaragaman hayati melalui kegiatan pengamatan terhadap lingkungan
sekitarnya
Indikator : Memahami, manfaat keanekaragaman hayati :
1.
Mendeskripsikan konsep
keanekaragaman gen, jenis, ekosistem
2.
Mengkomunikasikan keanekaragaman
hayati Indonesai, dan usaha pelestarian serta mafaatnya
Materi Pembelajaran :
1.
Konsep kanekaragaman hayati
2.
Tingkat keanekaragaman hayati
3.
Kegiatan manusia yang
mempengaruhi keanekaragaman hayati
4.
Upaya pelestarian keanekaragaman
hayati di Indonesia
Materi Pokok :
Keanekaragamna Hayati
Sub materi pokok :
1.
Keanekaragaman tingkat gen
2.
Keanekaragaman tingkat jenis
3.
Keanekaragaman tingkat ekosistem
Dalam merancang suatu kegiatan
peserta didik berdasarkan pembelajaran Scientfik adalah sebagai berikut :
A. Observing
Metode mengamati / observasi mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti
menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan
mudah pelaksanaannya. Dalam pelaksanaannya, proses mengamati memerlukan waktu
persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak
terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.
Namun metode mengamati sangat
bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik karena peserta didik
yang terlibat dalam proses mengamati akan dapat menemukan fakta bahwa ada
hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan
oleh guru.
Pada Materi Keanekaragaman observasing mencakup
kognitif, psikomotorik, dan afektif yaitu
Kognitif : Siswa mampu mengetahui konsep
keanekaragaman hayati dengan cara mengamati suatu ekosisitem lingkungan
Psikomotorik : Siswa dapat menemukan tumbuhan yang sesuai
dengan tingkat keanekaragaman masing-masing dalam tingkat gen, jenis, dan
ekosisitem
Afektif :
Siswa dapat mengaggumi seluruh komponen keanekaragaman hayati sebagai ciptaan Tuhan
B. Questioning
Guru
yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan
mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya.
Pada saat guru bertanya, pada
saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik.
Ketika guru menjawab pertanyaan peserta
didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak
dan pembelajar yang baik.
Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk
“kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya
menginginkan tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah
ciri-ciri norma hukum? Bentuk pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri norma
hukum!
Pada Materi Keanekaragaman observasing mencakup
kognitif, psikomotorik, dan afektif yaitu
Kognitif: Siswa saling tanya jawab
tentang permasalahan mengenai Keanekaragaman Hayati tingkat gen, jenis, dan
ekosisitem
Psikomotorik: Siswa mampu mengetahui
berbagai macam organisme biotik dan abiotik yang berada di lokasi pengamatan
berdasarkan tingkat keanekaragamannya
Afektif: siswa memiliki rasa ingin
tahu ( curiositi ) dalam memahami
perbedaan keanekaragaman hayati
C. Asociating
Penalaran adalah proses
berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata emiris yang dapat
diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.
Penalaran dimaksud merupakan
penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.
Aplikasi pengembangan
aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat
dilakukan dengan cara :
1. Guru menyusun bahan pembelajaran
dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum.
2. Guru tidak banyak menerapkan
metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama guru adalah memberi instruksi
singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun
dengan cara simulasi.
3. Bahan pembelajaran disusun
secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang sederhana
(persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).
4. Kegiatan pembelajaran
berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.
5. Setiap kesalahan harus segera
dikoreksi atau diperbaiki.
6. Perlu dilakukan pengulangan
dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan atau
pelaziman.
7. Evaluasi atau penilaian
didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.
8. Guru mencatat semua kemajuan
peserta didik untuk kemungkinan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.
Pada Materi Keanekaragaman observasing mencakup
kognitif, psikomotorik, dan afektif yaitu
Kognitif: Siswa
mampu mengelompokkan keanekaragaman hayati dan membedakan keanekaragaman
tungkat gen,jenis dan ekosistem serta mampu mengetahui bagaimana pelestarian
keanekaragamna hayati
Psikomotorik: Siswa
dapat menemukan organisme baru dilokasi yang mencakup tingkat keanekaragaman
hayati gen, jenis, dan ekosistem
Afektif: Siswa
mampu menunjukkan perilaku ilmiah dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud
implementasi sikap dalam melakukan pengamatan, percobaan atau berdiskusi
D. Experimenting
Untuk memperoleh hasil belajar
yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan,
terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA,
misalnya,peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari.
Peserta didik pun harus
memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam
sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.Aplikasi metode
eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan
belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran
yang nyata untuk ini adalah:
1. menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan
kurikulum;
2. mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus
disediakan;
3. mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen
sebelumnya;
4. melakukan dan mengamati percobaan;
5. mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;
6. menarik simpulan atas hasil percobaan;
7. membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.
Agar pelaksanaan percobaan
dapat berjalan lancar maka :
1. Guru hendaknya merumuskan
tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan murid
2. Guru bersama murid
mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan
3. Perlu memperhitungkan tempat
dan waktu
4. Guru menyediakan kertas kerja
untuk pengarahan kegiatan murid
5. Guru membicarakan masalah
yanga akan yang akan dijadikan eksperimen
6. Membagi kertas kerja kepada
murid
7. Murid melaksanakan eksperimen
dengan bimbingan guru, dan
8. Guru mengumpulkan hasil kerja
murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.
Pada Materi Keanekaragaman observasing mencakup
kognitif, psikomotorik, dan afektif yaitu
Kognitif: Siswa mampu menggambarkan dan
menunjukkan golongan tingkat jenis, gen ,dan ekosisitem dan mampu memanfatkan
keanekaragaman hayati (mengembangbiakan jenis-jenisnya dengan cara yang berbeda)
Psikomotorik: Siswa mencoba, mengolah, dan
menyajikan berbagai hal dalam ranah konkret( menggunakan, menguraikan, dan
mengelompokkan hasil data percobaan)
Afektif: Siswa mampu mendeskripsikan
tingkat keanekaragaman gen,jenis, dan ekosistem serta melakukan pengamatan
tentang keanekaragaman berdasarka tingkat jenisnya
E. Networking
Pembelajaran
kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar sekadar
teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan
filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai
kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja
rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Pada Materi Keanekaragaman observasing mencakup
kognitif, psikomotorik, dan afektif yaitu
Kognitif: Siswa
membentuk kelompok kecil agar mudah memahami pengetahuan atau materi yang
disampaikan oleh guru
Psikomotorik: Siswa
membentuk kelompok kecil atau kelompok besar dengan mengguanakan metode belajar
presentasi e-learning (zig-zag)
Afektif: Siswa
menunjukkan ketekunan dan tanggung jawab dalam belajar dan bekerja baik secara
individu maupun kelompok
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Dari makalah
di atas dapat kita simpulkan bahwa :
Konsep dasar
pendekatan scientific terdiri dari
definisi pendekatan scientific,
tujuan pembelajaran dengan pendekatan scientific,
karakteristik pembelajaran scientific dan prinsip-prinsip pembelajaran
dengan pendekatan scientific.
Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran
sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah,
menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran
Dalam merancang suatu kegiatan peserta didik
berdasarkan pembelajaran Scientfik adalah observing, questioning, asociating,
experimenting, dan networking yang mencakup kompetensi kognitif, afektif dan
psikomotorik
Dalam penerapan pada materi keanekaragaman hayati
siswa dharuskan untuk melakukan pengamatan pada suatu objek untuk menemukan
berbagai macam keanekaragaman dalam tingkat yang berbeda sehingga siswa mampu
memahami konsep dan dapat mengembangkan temuan objek yang diamati
B.
Saran
Dengan
dibuatnya makalah ini diharapkan para pembaca khususnya mahasiswa calon
pendidik dapat mengetahui konsep dasar pendekatan scientific, langkah-langkah umum pembelajaran dengan pendekatan
scientific, dan penerapan pedekatan scientific
dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad,
Sudrajat. 2013. Pendekatan Saintifik Ilmiah dalam Pembelajaran. http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com. Diunduh pada 16 Maret 2014
Anonim.
2013. Pendekatan Saintifik. http://pengawasmadrasah.files.wordpress.com.
Diunduh pada 16 Maret 2014
Habibah, Mad, Putra. 2013. Konsep Pendekatan Scientific. http://habibahmadpurba.files.wordpress.com. Diunduh
pada 16 Maret 2014
http://elinhdstava.blogspot.co.id/2015/01/makalah-keanekaragaman-hayati.html
Lanjutkan menulis,jangan sampai disini saja karena dengan menulis namamu kan di kenang di masa depan.
BalasHapusterima kasih bapak....sudah berpartisipasi diblog saya
Hapus